Sabtu, 04 Februari 2012

Putusnya Perkawinan Menurut Islam


BAB II

 

PEMBAHASAN

PUTUSNYA PERKAWINAN


1. Arti Perceraian
Perceraian dalam istilah ahli Figh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Figh sebagai satu istilah, yang berarti perceraian antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Figh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas – asas Hukum Islam.
2. Sebab-sebab Putusnya Hubungan Perkawinan
Yang menjadi sebab putusnya perkawinan ialah[1]:
1. Talak
2. Khulu’
3. Syiqaq
4. Fasakh
5. Ta’lik talak
6. Ila’
7. Zhihar
8. Li’aan
9. Kematian
2.1. Talak
            Talak berasal dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “ melepaskan atau meniggalkan”. Menurut istilah syara’, talak yaitu: Melepaskan tali perkawinan dan mengakhirkan hubungan suami istri.
Al-Jaziry mendefenisikan:
Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
2.1.1. Hak Talak
Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami dengan alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang demikian tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil, kemungkinannya daripada apabila hak talak diberikan kepada isteri. Di samping alasan ini, ada alas an lain yang memberikan wewenang/hak talak pada suami, antara lain:
a. Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab dari pihak isteri waktu dilaksanakan akad nikah.
b. Suami wajib membayar mahar kepada isterinya waktu akad nikah dan dianjurkan membayar uang mu’tah (pemberian sukarela dari suami kepada isterinya) setelah suami mentalak isterinya.
c. Suami wajib memberi nafkah isterinya pada masa iddah apabila ia mentalaknya.
d. Perintah-perintah mentalak dalam Al-Quran dan Hadist banyak ditujukan pada suami.


2.1.2. Syarat-syarat menjatuhkan Talak
Seperti kita ketahui bahwa talak pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan/dibenarkan, maka untuk sahnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu ada pada suami, isteri, dan sighat talak.
a. Syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah:
  1. Berakal sehat
  2. Telah baliqh
  3. Tidak karena paksaan
Para ahli Fiqh sepakat bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah dewasa/baliqh dan atas kehendak sendiri bukan karena terpaksa atau ada paksaan dari pihak ketiga. Dalam menjatuhkan talak suami tersebut harus dalam keadaan berakal sehat, apabila akalnya sedang terganggu. Misalnya: orang yang sedang mabuk atau orang yang sedang marah tidak boleh menjatuhkan talak. Mengenai talak orang yang sedang mabuk kebanyakan para ahli Fiqh berpendapat bahwa talaknya tidak sah, karena orang yang sedang mabuk itu dalam bertindak adalah di luar kesadaran. Sedangkan orang yang marah kalau menjatuhkan talak hukumnya dalah tidak sah. Yang dimaksud marah di sini ialah marah yang sedemikian rupa, sehingga apa yang dikatakannya hamper-hampir di luar kesadarannya.
b. Syarat-syarat seorang isteri supaya sah ditalak suaminya ialah:
  1. Isteri telah terikat denagn perkawinan yang sah dengan suaminya. Apabila akad-nikahnya diragukan kesahannya, maka isteri itu tidak dapat ditalak oleh suaminya.
  2. Isteri harus dalam keadaan suci yang belum dicampuri oleh suaminya dalam waktu suci itu.
  3. Isteri yang sedang hamil.
c. Syarat-syarat pada sighat talak
Sighat talak ialah perkataan/ucapan yang diucapkan oleh suami atau wakilnya di waktu ia menjatuhkan talak pada isterinya. Sighat talak ini ada yang diucapkan langsung, seperti “saya jatuhkan talak saya satu kepadamu”. Adapula yang diucapkan secara sindiran (kinayah), seperti “kembalilah ko orangtuamu” atau “engkau telah aku lepaskan daripadaku”. Ini dinyatakan sah apabila:
  1. Ucapan suami itu disertai niat menjatuhkan talak pada isterinya.
  2. Suami mengatakan kepada Hakim bahwa maksud ucapannya itu untuk menyatakan talak kepada isterinya. Apabila ucapannya itu tidak bermaksud untuk menjatuhkan talak kepda isterinya maka sighat talak yang demikian tadi tidak sah hukumnya.
Mengenai saat jatuhnya talak, ada yang jatuh pada saat suami mengucapkan sighat talak (talak “munziz”) dan ada yang jatuh setelah syarat-syarat dalam sighat talak terpenuhi (talak “muallaq”).
2.1.3. Macam-macam Talak
a.   Talak raj’i adalah talak, di mana suami boileh merujuk isterinya pada waktu iddah. Talak raj’i ialah talak satu atau talak dua yang tidak disertai uang ‘iwald dari pihak isteri.
b.   Talak ba’in, ialah talak satu atau talak dua yang disertai uang ‘iwald dari pihak isteri, talak ba’in sperti ini disebut talak ba’in kecil. Pada talak ba’in kecil suami tidak boleh merujuk kembali isterinya dala masa iddah. Kalau si suami hendak mengambil bekas isterinya kembali harus dengan perkawinan baru yaitu dengan melaksanakan akad-nikah. Di samping talak ba’in kecil, ada talak ba’in besar, ialah talak yang ketiga dari talak-talak yang telah dijatuhkan oleh suami. Talak ba’in besar ini mengakibatkan si suami tidak boleh merujuk atau mengawini kembali isterinya baik dalam masa ‘iddah maupun sesudah masa ‘iddah habis. Seorang suami yang mentalak ba’in besar isterinya boleh mengawini isterinya kembali kalau telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Isteri telah kawin dengan laki-laki lain.
2.      Isteri telah dicampuri oleh suaminya yang baru.
3.      Isteri telah dicerai oleh suaminya yang baru.
4.      Talah habis masa ‘iddahnya.
c.   Talak sunni, ialah talak yang dijatuhkan mengikuti ketentuan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Yang termasuk talak sunni ialah talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci dan belum dicampuri dan talak yang dijatuhkan pada saat isteri sedang hamil. Sepakat para ahli Fiqh, hukumnya talak suami dalah halal.
d.   Talak bid’i, ialah talak yang dijatuhkan dengan tidak mengikuti ketentuan Al-Quran maupun Sunnah Rasul. Hukumnya talak bid’i dalah haram. Yang termasuk talak bid’i ialah:
1.      Talak yang dijatuhkan pada isteri yang sedang haid atau datang bulan.
2.      Talak yang dijatuhkan pada isteri yang dalam keadaan suci tetapi telah dicampuri.
3.      Talak yang dijatuhkan dua sekaligus, tiga sekaligus atau mentalak isterinya untuk selama-lamanya.


Hukum menjatuhkan talak
Menjatuhkan talak tanpa alasan dan sebab yang dibenarkan adalah adalah termasuk perbuatan tercela, terkutuk, dan dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda.
“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ialah menjatuhkan Talak”
Dan juga istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela, sebagai sabda Rasulullah SAW,
“ Manakala istri menuntut cerai dari sumaminya tanpa alasan, maka haram baginya bau surga”
Para fuqaha berbeda pendapat tentang hokum asal menjatuhkan talak oleh suami. Yang paling tepat di antara pendapat itu adalah ialah pendapat yang menyatakan bahwa suami diharamkan menjatuhkan talak kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Pendapat itu dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah.
Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya sebagai suami
Talak itu diharamkan jika dengan talak itu kembali suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain, suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu mengakibatkan terjatuhkanya suami ke dalam perbuatan haram.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa talak tanpa sebab adalah makruh hukumnya, berdasarkan hadits yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan yang halal yang palng dibenci oleh Allah, yakni dibenci jika tidak sebab yan dibenarkan, sedangkan Nabi menamakannya halal (tidak haram), juga karena talak itu menghilangkan perkawinan yan di dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang dusunatkan, sehingga talak itu hukumnya makruh.
Talak itu mubah hukumnya (dibolehkan) ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena jeleknya prilaku istri,
Talak disunatkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina,atau melanggar larangan-larangan agama dan kewajiban agamanya.
Hikmah talak
Beberapa hikmah dari talak yaitu:
1. kemandulan. Kalau seorang laki-laki mandul, maka ia tidak akan mempunyai anak padahal anak merupakan keutamaan perkawinan. Begitu pula dengan perempuan.
2. terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan dan segala yang mengingkari cinta di antara suami istri.
2.2. Khuluk
Talak khuluk atau talak tebus ialah bentuk perceraian atas persetujuan suami-isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu.
Adanya kemungkinan bercerai dengan jalan khuluk ini ialah untuk mengimbangi hak talak yang ada pada suami. Dengan khuluk ini si isteri dapat mengambil inisiatif untuk memutuskan hubungan perkawinan dengan cara penebusan. Penebusan atau pengganti yang diberikan isteri pada suaminya disebut juga dengan kata “iwald”.
Dasar hokum disyari’atkannya khulu’ ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229:
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ  
229.  Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[2]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Hukum khulu’
Khulu’ itu wajib dilakukan ketika permintaan istri karena suami tidak mau memberikan nafkah atau menggauli istri, sedangkan istri menjadi tersiksa. Khulu’ itu haram hukumnya jika dimaksudkan untuk menyengsarakan istri dan anak-anaknya. Khulu’ itu dibolehkan (mubah) ketika ada keperluan yang membolehkan istri menempuh jalan ini. Khulu’ menjadi makruh hukumnya jika tidak ada keperluan untuk itu, dan menjadi sunnat hukumnya jika dimaksudkan untuk mencapai kemaslahatan yang lebih memadai bagi keduanya.
Hikmah khulu’
Al-Jurjawi[3] menuturkan: khulu’ sendiri sebenarnya dibenci oleh syari’at yang mulia seperti halnya talak. Semua akal dan perasaan sehat menolak khlu’, hanya saja Allah Yang Maha Bijaksana memperbolehkannya untuk menolak bahaya ketika mampu menegakkan hokum-hukum Allah SWT. Allah berfirman: Surah An-Nisa’: 21
y#øx.ur ¼çmtRräè{ù's? ôs%ur 4Ó|Óøùr& öNà6àÒ÷èt/ 4n<Î) <Ù÷èt/ šcõyzr&ur Nà6ZÏB $¸)»sVÏiB $ZàÎ=xî ÇËÊÈ  

Tidak ada komentar: