Sabtu, 04 Februari 2012

Pendidikan Anak


BAB I


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Hadits adalah sumber dari hokum islam (pedoman dan petunjuk jalan kaum muslim) yang kedua setelah al-Qur’an al-Karim, apabila mereka (kaum muslim) benar-benar memegang dasar hokum islam tersebut niscaya mereka tidak akan sesat selama-lamanya. Hadits merupakan suatu ajar dari Nabi Allah SWT sebagai petunjuk bagaimana untuk melaksanakan ibadah yang benar-benar sesuai dengan islam. Jadi apabila kita mencintai Allah maka ikutilah kekasihnya (Muhammad) baik dari akhlak, tingkah laku, sikap, perbuatan dan semua aktifitasnya yang mulia didunia ini.

Cara untuk mendapatkan hidayah dan mensyukuri nikmat Allah SWT yaitu bagaimana seseorang bsa menjaga pemberian Allah SWT yang sangat berharga dan titipan yang harus dikasihi, disayangi dan di rawat dengan baik yaitu (Anak). Anak adalah sesuatu pemberian Allah yang didamba-dambakan oleh orang tua. Untuk itu berikanlah pendidikan, pengajaran yang baik agar dia bisa benar-benar menjadikan hidup kita bahagia dan berguna.  








BAB II


PEMBAHASAN
A. Teks Hadits

ﺤﺪﺛﻧﺍ ﻤﺆﻤﻝ ﺑﻦ ﻫﺸﺎﻡ  ﺤﺪﺛﻧﺎ  ﺇﺴﻤﺎﻋﻴﻞ ﻋﻦ ﺴﻭﺍﺭ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺤﻤﺭﺓ ﻗﺎﻞ ﺃﺑﻭ ﺪﺍﻭﺪ ﻋﻦ عَمْرو بْنِ شُعَيْبِ
عَنْ أَبِيْهِ  عَنْ جَدِّهِ قَالَ ): قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ( مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِع) ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻭ ﺪﺍﻭﺪ﴾  











B. Skema Sanad

رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
ﻤﺆﻤﻝ ﺑﻦ ﻫﺸﺎﻡ 
  ﺇﺴﻤﺎﻋﻴﻞ
ﺴﻭﺍﺭ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺤﻤﺭﺓ
ﻗﺎﻞ ﺃﺑﻭ ﺪﺍﻭﺪ
عَمْرو بْنِ شُعَيْبِ 
أَبِيْهِ
جَدِّهِ








C. Arti Mufrodat

أَوْلاَدَ      : Anak-anak
لصَّلاَةِ    : Shalat
اضْرِبُوْ   : Pukul

D. Terjemahan
Artinya: “ Diriwayatkan dari Mu’mal bin Hisyam, Diriwayatkan dari Ismail, dari Suar bin Abi Hamzah dia berkata dari Abu Daud, dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits ini adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))






E. Penjelasan Hadits
Tanda baligh bagi laki-laki dan perempuan adalah:
  1. Telah mencapai usia 15 tahun. Berdasarkan hadits tentang seorang anak laki-laki (yaitu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) yang belum dizinkan ikut berperang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena saat itu belum berusia 15 tahun.
  2. Telah mengalami “mimpi basah”.
  3. Tumbuh rambut pada kemaluan.
  4. Khusus bagi wanita, yaitu keluarnya darah haid dari farji.
Seorang muslim wajib mengerjakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hak tersebut dilaksanakan semaksimal kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak melakukan shalat ketika tidak ada udzur syar’i (misalnya: wanita yang sedang haid atau nifas). Jika seseorang mampu shalat berdiri, maka dia melakukannya sambil berdiri dengan menyempurnakan syarat sah dan rukunnya. Jika dia sakit, maka dia mengerjakannya sambil duduk. Jika tidak bisa sambil duduk, maka dilakukan sambil berbaring. Perincian mengenai hal ini insya Allah akan kita bahas pada seri-seri yang akan datang.
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Pengajaran terhadap anak sudah harus dimulai ketika mereka telah mencapai usia tamyiz[1]. Tentunya dimulai dengan tarbiyah diniyah (pendidikan agama),
Bila anak telah mencapai usia tamyiz, orangtuanya diperintah untuk mengajarinya dan mentarbiyahnya di atas kebaikan, dengan mengajarinya Al-Qur`an dan hadits-hadits yang mudah. Mengajarinya hukum-hukum syariat yang cocok dengan usia si anak, misalnya bagaimana cara berwudhu dan bagaimana cara shalat. Si anak juga diajari dzikir-dzikir ketika mau tidur, bangun tidur, ketika hendak makan, minum, dan sebagainya. Selain itu, anak dilarang melakukan perkara-perkara yang tidak pantas serta diterangkan kepadanya bahwa perkara tersebut tidak boleh ia lakukan, seperti berdusta, namimah, dan selainnya. Hingga si anak terdidik di atas kebaikan dan terdidik untuk meninggalkan kejelekan sejak kecilnya.
Kenapa pengajaran ini dilakukan pada usia tamyiz? Karena pada usia ini, si anak bisa menalar apa yang diperintahkan kepadanya dan apa yang dilarang. Urusan pengajaran anak ini sangatlah penting. Namun sayangnya sebagian manusia lalai melakukannya terhadap anak-anak mereka.
Mayoritas orang tidak mementingkan perkara anak-anak mereka. Tidak mengarahkannya dengan arahan yang baik, bahkan membiarkan mereka tersia-siakan dari sisi tarbiyah diniyyah. Sehingga si anak tidak diperintah mengerjakan shalat dan tidak dibimbing kepada kebaikan, bahkan dibiarkan tumbuh di atas kebodohan dalam perkara agamanya serta terbiasa melakukan perbuatan yang tidak baik. Anak-anak dibiarkan bercampur-baur dan bergaul dengan orang-orang yang jelek, berkeliaran di jalan-jalan, menyia-nyiakan pelajaran mereka (enggan untuk belajar) serta kemudaratan lainnya, yang mana kebanyakan para pemuda muslimin tumbuh di atasnya disebabkan sikap masa bodoh orangtua mereka. Padahal para orangtua ini akan ditanya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak, karena merekalah yang bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka.
Apa yang diperintahkan dalam hadits di atas adalah pembebanan kepada para orangtua yang harus mereka tunaikan. Dengan begitu, orangtua yang tidak menyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat pada umur yang telah disebutkan berarti ia telah bermaksiat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam[2]. Ia telah melakukan keharaman dan meninggalkan kewajibannya yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيًّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.”
Sangat disesalkan, sebagian orangtua sibuk dengan perkara dunianya hingga mengabaikan anak-anaknya. Tidak pula mereka menyempatkan waktunya untuk anak-anaknya. Seluruh waktunya tersita untuk perkara-perkara dunia. Kejelekan yang besar ini banyak dijumpai di negeri muslimin, yang menjadi sebab buruknya tarbiyah anak-anak mereka. Jadilah anak-anak tersebut tidak baik agama dan dunianya. La haula wala quwwata illa billahil ‘azhim. (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Agung.” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan, hal. 115-116)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:
ماَ نَهَيْتُُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larang kalian darinya, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) –pent.
            Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi Umat Muhammad saw, ialah dengan cara kita mengambil pelajaran dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surah Ibrahim berikut ini:
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman berhampiran rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan solat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan solat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim: 37-41]
Dari doanya itu kita dapat melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah kita ketahui, kedua anaknya Ismail dan Ishaq menjadi manusia pilihan Allah:
1. Mentarbiyah anak mencari, membentuk biah (persekitaran) yang sholehah. Representasi lingkungan yang solehah bagi Nabi Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita tinggal dekat dengan masjid atau anak-anak kita lebih sering ke masjid agar mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.
Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan. Padahal cara belajar yang paling mudah itu adalah dengan meniru. Ayah-ayah sekarang yang bertolak ke tempat kerjanya sebelum Subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan sampai ke rumah sebelum Isya mengakibatkan anak tidak melihat contoh solat di masjid dari orang tuanya. Selain itu,   kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak-anak dan khawatir terganggu kekhusyukannya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahawa anak-anak sulit untuk tertib di masjid.
2. Mentarbiyah anak agar mendirikan solat. Mendirikan solat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang telah dihuraiakan di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan solat. Solat merupakan salah satu pembeza antara umat Muhammad saw dengan selainnya. Solat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran solat kepada anak: suruhlah anak solat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak solat pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10 tahun kalau dia tidak melakukan solat dari pertama kali disuruh di usia 7 tahun. Ini ertinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk solat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan pendidikan shalat.
Proses tarbiyah anak dalam melakukan solat, sering mengalami gangguan dari berbagai kalangan dan lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah dan di rumah, kadang membuat kegiatan pendidikan shalat menjadi kurang efektif dan bahkan gagal sama sekali, terutama cara membangun citra solat dalam pandangan anak. Baru-baru ini, ada seorang  istri yang mengadu kepada seorang ustazah tentang suaminya yang tidak pernah solat, ketika ditanya penyebabnya, ternyata dia trauma dengan perintah solat. Setiap mendengar perintah solat maka terbayang mesti tidur di luar rumah, karena ketika kecil bila tidak solat harus keluar dari rumah. Sehingga kesan yang terbentuk di kepala anak kegiatan solat itu tidak menyenangkan, dan bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk bertahun-tahun tanpa ada perbaikan, maka sudah pasti dibayangkan hasilnya, terbentuknya seorang anak muslim yang tidak solat.
3. Mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezeki yang Allah telah siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life skill [keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk hidup]. Rezeki yang telah Allah siapkan. Setelah itu anak diajarkan untuk bersyukur.
4. Mentarbiyah anak agar disenangi ramai orang. Orang senang bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari].
Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw, supaya muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada gilirannya menjadikan Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat meneladani Rasulullah saw, bererti mereka sudah memiliki akhlaq yang baik karena sebagaimana kita ketahui, Rasulullah memiliki akhlaq yang baik seperti pujian Allah di dalam al-Quran:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
“Sesungguhnya engkau [Muhammad] berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]
5. Mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan, sampai harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka. Hasilnya, seorang budak penggembala kambing enggan menjualkan kambing milik tuannya kepada Umar Al-Khattab lalu mempersoalkan kembali "Di mana Allah ?" untuk dia melakukan hal tersebut. Begitu juga kisah anak penjual susu yang menghalang niat ibunya yang berhasrat mencampurkan air ke dalam susu. Inilah teladan yang kita perlu contohkan kepada anak - anak zaman sekarang yang berada dalam persekitaran yang penuh dengan maksiat.
6. Mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang yang berjasa, walaupun sekadar doa dan mengambil berat terhadap orang-orang yang beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang telah mendahuluinya. Mendampingi orang - orang soleh akan mempengaruhi akhlak si anak. Semoga mereka membesar dengan penuh kebaikan dan memberi manfaat seperti para salafussoleh.
F. Hubungan Hadits dengan Pendidikan

Dari Hadits diatas menerangkan bahwa pendidikan itu yang lebih baik dimulai dari kecil, sebab apabila pendidikan tidak diberikan semenjak kecil akan berdampak buruk sehingga jauh dari pemahaman yang benar. Sebagai orang tua yang mempunyai andil di dalam keluarga terutama terhadap anaknya yang masih belum mengenal ketentuan-ketentuan agama yang harus dilaksanakan oleh mereka, sehingga apabila orang tua tidak memperdulikan akan mengakibatkan sesuatu yang tidak diharapkan. Orang tua dituntut selalu menjaga lingkungan keluarganya agar tidak berbaur dengan noda-noda kejahatan. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. at-Tahrim: 6)

Kewajiban orang tua terhadap anak adalah mendidiknya menjadi anak yang baik, berguna, apabila itu tercapai maka kebahagian hidup akan terasa di dalam keluarga. Pendidikan yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya adalah pendidkan yang baik menurut agama. Kesabaran harus dimiliki oleh setiap orang tua sebab anak memiliki respon yang negative terhadap tekanan-tekanan. Allah SWT berfirman:
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur $pköŽn=tæ (
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.(Qs. Thaahaa: 132)

Anak-anak yang telah mencapai kedewasaannya maka harus dipisahkan, itu untuk lebih menjadikan anak hidup mandiri dan tidak lagi tergantung oleh orang lain. Dari sinilah akan termotivasi anak untuk melakukan aktifitas-aktifitas keremajaannya yang ingin mengekspresikan kemampuan yang dia miliki.





BAB III


PENUTUP

A. Kesimpulan
Berangkat dari isi yang ada di atas maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1.            Pendidikan dimulai dari masa kecil sebab itu merupakan tahap yang bagus bagi setiap anak
2.            Mendidik anak harus dengan kelembutan karena apabila terdapat tekanan-tekanan akan mengakibatkan anak akan menjadi yang tidak diharapkan.
3.            Turun tangan orang tua dituntut dalam proses orang tua, sebab anak belum dapat mengenal semua hal-hal baru yang belum dilihat sebelumnya
4.            Apabila umur 7 tahun maka seruhlah mereka shalat dan berikanlah hukuman bila mereka enggan melaksanakannya.
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ  
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Qs. Luqman: 17)
5.            Dan berikanlah mereka kamar sendiri agar mereka lebih mandiri dan tidak lagi ketergantungan dengan orang tua.
B. Saran
            Kami sebagai penyusun dan penulis Makalah ini mohon maaf kepada pembaca karena dalam pengetikan dan penyusunan serta dari segi isi dan bahasa masih ada terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarab pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

  1. al-Qur’an al-Karim
  2. Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi, tahun terbit 1421 H/2001 M, Mesir: Daar Ibnu Rajab.
  3. Materi Ta’lim Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul 2008 M, Ma’had al-’Ilmi Puteri Yogyakarta.
  4. Kitab Shahih Abu Daud



[1] Belum baligh, namun sudah bisa menalar dan memahami ucapan serta dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk (-Pent)
[2] Tidak patuh dan taat kepada perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Allah Subhanahu wa  Ta’ala telah memerintahkan dalam Firmannya: ” Apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang beliau larang maka berhenti (tinggalkan) lah.” (al-Hasyr:7)

Tidak ada komentar: