BAB
I
PENDAHULUAN
Allah Swt, menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. Yang mengandung
tuntutan-tuntutan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akherat,
serta kebahagiaan lahir dan batin. Selain menggunakan cara yang langsung, yaitu
berbentuk-bentuk perintah dan larangan, adakalanya tuntutan tersebut
disampaikan melalui kisah-kisah, dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan
terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap
bujukan untuk berbuat ingkar serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiah dalam
bentuk berdakwah. Kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari
keseluruhan ayat-ayat al-Quran, banyak pula surat yang dikhususkan untuk kisah
semata, seperti surat Yusuf (18) al-Anbiya (21),al-Qoshas (28), dan surat Nuh
(17). Dalam makalah ini penulis sedikit akan membahas tentang kisah-kisah
al-Quran mulai dari definisi Qoshas itu sendiri dan lain sebagainya yang
menyangkut tentang Qoshas al-Quran, tetapi penulis minta maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kesalahdan ketimpangan materi, karena
keterbatasan keilmuan dan referensi penulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kisah Dalam al-Qur’an (Qashash)
Menurut bahasa
kisah berasal dari kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah,
cerita, atau keadaan dan juga berasal dari kata al-Qashshu yang berarti
mencari atau mengikuti jejak. Sedangkan menurut istilah Qashashul Quran ialah
kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang para NAbi dan Rasul mereka, serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang
akan dating.
Dikatakan, qashashtu
atsarahu artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya” kata al-qashash
berarti bentuk masdar, seperti firman Allah swt:
tA$s% y7Ï9ºs $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR
4 #£s?ö$$sù #n?tã
$yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ
64. Musa berkata: "Itulah (tempat)
yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.(Qs.
Al-Kahfi: 64)
Maksudnya, kedua
orang dalam ayat itu kembali lagi ubtuk mengikuti jejak dari keduanya itu
datang. Dan firman-Nya melalui lisan Ibn Musa.
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{ ÏmÅ_Áè%
( ôNuÝÇt7sù
¾ÏmÎ/ `tã 5=ãZã_
öNèdur
w
crããèô±o ÇÊÊÈ
11. dan berkatalah ibu Musa kepada
saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya
Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,(Qs. Al-Qashash: 11)
Maksudnya,
ikutilah jejaknya samapi kamu melihat siapa yang mengambilnya.
Qashash berarti
berita berurutan. Firman Allah SWT:
¨bÎ)
#x»yd
uqßgs9
ßÈ|Ás)ø9$#
,ysø9$#
4 $tBur ô`ÏB
>m»s9Î) wÎ)
ª!$#
4 cÎ)ur
©!$#
uqßgs9
âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÏËÈ
62. Sesungguhnya ini adalah kisah yang
benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya
Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana .(Qs. Ali-Imran: 62)
Dan juga Allah
berfirman dalam al-Qur’an yang berbunyi: “Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmad
bagi kaum yang beriman”.
Sedangkan al-qishshah berarti urusan, berita,
perkara, dan keadaan.
Qashash
al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an, tentang hal ihwal ummat yang telah
lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa
lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak
setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan
mempesona.
B. Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menceritakan
kejadian dan peristiwa-peristiwa secara berurutan (kronologis) dan tidak pula
memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Al-Qur’an juga mengandung
berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah
terkadang berulang kali disebutkan disebutkan dalam Al-Qur’an dan dikemukakan
dalam berbagai bentuk yang berbeda. Disatu tempat ada bagian-bagian yang
didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang
dikemukakan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal ini menimbulkan
perdebatan dikalangan orang-orang yang meyakini dan orang-orang yang menentang
dan meragukan Al-Qur’an. Mereka yang meragukan seringkali mempertanyakan,
mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis,
sehingga lebih mudah dipahami.
Menurut Manna’Khalil
Al-Qaththan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang demikian itu
mengandung beberapa hikmah, diantaranya :
Pertama
Menjelaskan Balaghah Al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi.
Kisah yang berulang itu dikemukakan disetiap tempat dengan ushlub yang berbeda
satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga
tidak membuat orang merasa bosan, bahkan dapat menambah kedalam jiwanya
makna-makna baru yang tidak di dapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
Kedua
Menunjukan kehebatan Al-Qur’an, sebab mengemukakan sesuatu
makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat dimana salah satu bentukpun tidak
di tandingi oleh sastrawan Arab, merupakan dahsyah dan bukti bahwa Al-Qur’an
itu murni datangnya dari Allah SWT.
Ketiga
Mengundang perhatian yang besar terhadap kisah tersebut
agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena
pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan tanda betapa besarnya
perhatian Al-Qur’an terhadap masalah tersebut. Misalnya kisah Nabi Musa dengan
Fir’aun. Kisah ini mengisahkan pergulatan sengit antara kebenaran dan
kebathilan.
Keempat
Penyajian seperti itu menunjukan
perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu di ungkapkan. Sebagian dari
makna-maknanya diterangkan di suatu tempat, karena hanya itulah yang
diperlukan, sedangkan makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai
dengan keadaan.
C. Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an
Cerita dalam Al-Qur’an
bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai sastra saja akan tetapi cerita dalam
Al-Qur’an merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuan aslinya.
Bagaimanapun juga Al-Qur’an adalah kitab dakwah dan kitab yang meyakinkan
objeknya.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an
secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan keagamaan. Jika di lihat
dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci
sebagai berikut :
Pertama
Salah satu tujuan cerita itu ialah
menetapkan adanya wahyu dan ke-Rasulan. Dalam Al-Qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas
diantaranya dalam Q.S. 12 : 2-3
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa
Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu dan
sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya termasuk orang-orang yang belum
mengetahui” (Q.S. Yusuf : 2-3)
Dan Q.S. 28 : 3. Sebelum mengutarakan
cerita Nabi Musa, lebih dahulu Al-Qur’an menegaskan :
“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah
Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk orang-orang yang beriman”(Q.S.
Al-Qashash : 3).
Dalam Q.S. 3 : 44, pada
permulaan diceritakan Maryam disebutkan :
“Itulah berita yang ghaib, yang Kami
wahyukan kepadamu.”9(Q.S. Ali Imran : 3)
Kedua
Menerangkan bahwa agama dari Allah,
dari masa Nabi Nuh sampai dengan masa Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin
semuanya merupakan satu ummat, bahwa Allah yang Maha Esa adalah Tuhan bagi
semuanya (Q.S. 21 : 51 – 92)
Ketiga
Menerangkan bahwa agama itu semua
dasarnya satu dan itu semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa (Q.S. 7 : 59)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya lalu ia berkata : “Wahai kaumku senbahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhan bagimu selain-Nya. “Sesungguhnya (kalu kamu tidak menyembah Allah),
aku takut kamu akan ditimpa azab yang besar (hari kiamat).”(Q.S. Al-A’raf : 59)
Keempat
Menerangkan bahwa cara yang ditempuh
oleh Nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap
dakwahnya itu juga serupa (Q.S. Hud : 17)
“Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu
benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.”
Kelima
Menerangkan dasar yang sama antara
agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dengan agama Nabi Ibrahim As, secara
khusus, dengan agama-agama bangsa-bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan
bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam
cerita Nabi Ibrahim, Musa dan Isa AS.
D. Relevansi
Kisah dengan Sejarah
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan karya seni
yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas yang dipatuhi oleh seni, tanpa
harus memeganginya sebagai kebenaran sejarah. Ia sejalan dengan kisah seorang
sastrawan yang mengisahkan suatu peristiwa secara artistik. Bahwa Al-Qur’an
telah menciptakan beberapa kisah dan ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah
dengan menganggap kisah Qur’ani ini sebagai sejarah yang dapat dipegangi.
Kisah-kisah yang ada dalam
Al-Qur’an tentu saja tidak dapat dianggap semata-mata sebagai dongeng, apalagi
Al-Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dengan bacaan lainnya. Memang sering
timbul perdebatan, apakah kisah-kisah tersebut benar-benar memiliki
landasan historis atau sebaliknya ?, sebagai kisah yang historis sejauh manakah
posisi Al-Qur’an dalam memandang sejarah sebagai suatu realitas ?
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an
bukanlah kitab sejarah sehingga tidak adil jika Al-Qur’an dianggap mandul hanya
karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara gamblang. Akan
tetapi berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tersebut tidak
didasarkan pada khayalan yang jauh dari realitas.
Melalui studi yang mendalam,
diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs
sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad
dalam kisah Al-Qur’an, Al-Mu’tafikat yang di identifikasikan
sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang merupakan
kota-kota wilayah Nabi Luth.
Kemudian berdasarkan
penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang
dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang
tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’
Mi’raj dan kisah Ratu Saba. Karena itu sering di sinyalir bahwa
kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada yang historis ada juga yang a-historis.
Meskipun demikian, pengetahuan
sejarah adalah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit
untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata pengetahuan modern,
misalnya mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam Al-Qur’an.
Karena itu sejarah serta
pengetahuan lainnya tidak lebih merupakan sarana untuk mempermudah usaha untuk
memahami Al-Qur’an.
E. Jenis-jenis
Kisah Dalam al-Qur’an[1]
Kisah-kisah
dalam al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Dari segi
waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah-kisah
dalam al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1. Kisah hal gaib yang terjadi pada masa
lampau
Contohnya:
a)
Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah di
bumi sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah: 30-34. yang
berbunyi:
øÎ)ur tA$s% /u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s%
ã@yèøgrBr&
$pkÏù
`tB ßÅ¡øÿã
$pkÏù
à7Ïÿó¡our
uä!$tBÏe$!$#
ß`øtwUur
ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2
â¨Ïds)çRur y7s9
( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr&
$tB w
tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ zN¯=tæur
tPy#uä uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä. §NèO
öNåkyÎztä
n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr&
Ïä!$yJór'Î/
ÏäIwàs¯»yd
bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ (#qä9$s%
y7oY»ysö6ß w
zNù=Ïæ
!$uZs9
wÎ)
$tB !$oYtFôJ¯=tã
( y7¨RÎ)
|MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPy$t«¯»t Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/
( !$£Jn=sù
Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/
tA$s% öNs9r&
@è%r& öNä3©9
þÎoTÎ) ãNn=ôãr&
|=øxî
ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur
ãNn=÷ær&ur
$tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ øÎ)ur
$oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9
(#rßàfó$# tPyKy
(#ÿrßyf|¡sù
HwÎ)
}§Î=ö/Î) 4n1r&
uy9õ3tFó$#ur
tb%x.ur z`ÏB
úïÍÏÿ»s3ø9$#
ÇÌÍÈ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar