BAB I
PENDAHULUAN
Telah banyak penerbit yang
menjelaskan tentang fakta penciptaan alam semesta yang ditulis oleh banyak ahli
maupun dari kalangan ulama’ masyur sendiri untuk menafsirkan ayat-ayat suci
al-Qur’an yang merupakan garis-garis besar ajaran Islam-dengan mengunakan
ayat-ayat lain di dalam kitab suci tersebut, sebagai bandingan, dan dengan
Sunnah Rasul sebagai penjelas. Dalam menafsirkan al-Qur’an itu pun, para ahli
mendekati al-Qur’an dengan pendekatan yang terkategorisasi menjadi dua wilayah
yaitu pendekatan kontradiktif dan pendekatan asosiatif. Artinya, dalam
penelitian yang dikembangkan oleh para ahli hanya mencakup dua pendekatan
dengan proporsinya yang berbeda-beda.
Dan penelitian-penelitian yang
dikembangkan oleh beberapa kalangan banyak melahirkan konklusi ilmiah yang
berbeda-beda. Bahkan bukan merupakan suatu keanehan bila sebagian besar ilmuwan
berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dengan kode-kode
tertentu–struktur bilangan tertentu.[1] Alam
sendiri mcngajarkan kepada manusia tentang adanya periode-periode tertentu yang
selalu berulang, terstruktur dan sistematis, misalnya, orbit Bulan, Bumi dan
planet-planet, lintasan meteorit dan bintang-bintang, DNA, kromosom, sifat
atom, lapisan bumi dan atmosfer, dan elemen kimia dengan segala karakteristiknya.
Dalam pandangan al-Qur’an,
tidak ada peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Semua terjadi dengan
“hitungan”, baik dengan hukum-hukum alam yang telah dikenal manusia maupun yang
belum. Dalam al-Qur’an sendiri disebutkan di surat Aj-Jinn (72) ayat yang
ke-28:
zOn=÷èuÏj9 br& ôs% (#qäón=ö/r& ÏM»n=»yÍ öNÍkÍh5u xÞ%tnr&ur $yJÎ/ öNÍköys9 4Ó|Âômr&ur ¨@ä. >äóÓx« #Oytã ÇËÑÈ
Artinya:”Supaya Dia mengetahui, bahwa
Sesungguhnya Rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya,
sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia
menghitung segala sesuatu satu persatu”. (QS. Aj-Jinn (72): 28)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alam Semesta Jamak - al-Aalamin
Di dalam Al Qur'an Allah menyebutkan penciptaan
lebih dari satu alam atau alam jamak. Di dalam surat Al Fatihah ayat ke-2
disebutkan kata "al-aalamin " úüÏJn=»yèø9$ .yang merupakan bentuk jamak dari kata Bahasa
Arab "alam". Para teolog umumnya menyebutkan alam secara umum sebagai
sesuatu selain Allah. Jadi berarti jamak. Sedangkan alam menurut para filosof
adalah kumpulan jauhar yang tersusun dari materi dan bentuk yang ada di bumi
dan di langit.
Jadi alam fisik. Dalam pengertian sains modern,
berarti para filosof memaknai alam sebagai segala sesuatu yang berada di dalam
kontinuum ruang-waktu fisikal.
Uraian lengkap mengenai makna kata al-aalamin
berikut ini dikutip tafsir Al Mishbah karya M. Quraish Shihab : "Kata
Aalamin adalah bentuk jamak dari kata alam. Ia terambil dari akar kata yang
sama dengan ilmu atau alamat (tanda). Setiap jenis makhluk yang memiliki ciri
yang berbeda dengan selainnya, maka ciri tersebut menjadi alamat/tanda baginya,
atau dia menjadi sarana/alat sebagai sarana untuk pengetahuan tentang wujud
Sang Pencipta. Dari sini kata tersebut biasa dipahami dalam arti alam raya atau
segala sesuatu selain Allah." [2]
Dalam memodelkan relasi antara Allah, alam
semesta, dan manusia secara integralistis yang sudah saya uraikan sebelumnya,
maka kalimat "alam fisik dan non fisik" yang saya maksud adalah yang
sesuai dengan makna kata bahasa Arab "al-aalamin" yaitu bentuk jamak
dari kata "alam" (bahasa Arab) . Dengan kata lain, alam itu lebih
dari satu baik yang fisik maupun non fisik.
B. Alam Semesta Jamak : Tatanan 7 Langit-Bumi
Sains modern, dalam melakukan pengkajian alam
semesta lebih cenderung menggunakannya dalam pengertian fisik atau di dalam
kontinuum ruang-waktu. Jadi pengertian alam semesta secara sains adalah alam
yang dapat menjadi sarana bagi makhluk berakal dengan melalui tanda-tanda atau
fenomenanya yang tertangkap semua jenis indera-indera alamiahnya maupun
peralatan buatannya untuk mengenal Allah. Oleh karena itu dalam kajian
sebelumnya saya katakan bahwa saya lebih setuju kalau kontinuum ruang-waktu
fisikal dipahami secara menyeluruh sebagai kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu (pikiran-ruang-waktu).
Dengan kata lain, ada aspek-aspek psikologis dan metafisis selain aspek fisis
karena adanya peran manusia dalam memahami alam semesta sebenarnya cenderung
psikologis bukan mekanis. Apalagi dalam perspektif penciptaan dimana
manusia sejatinya menjadi rujukan utama
bagi semua penciptaan makhluk
lainnya.
Menurut analisis Sirajuddin Zar ,
al-aalamin di dalam Al Qur'an sendiri
tercantum di dalam beberapa ayat dan
mempunyai makna yang bermacam-macam tergantung
dari konteks ayat tersebut. Misalnya
al-aalamin di dalam QS 2:47 dan QS 2:122
dapat dimaknai sebagai umat manusia atau
pada QS 3:96 dimaknai sebagai manusia.
Sedangkan pada QS 12:104, 38:87, 68:52, 81:27 istilah zikr li al-aalamin dapat diartikan
sebagai bangsa manusia dan jin. Jadi,
pengertian al-aalamin tidak dapat
digunakan sebagai alam semesta atau
dalam bahasa Inggris universe . Namun, kata ini dapat dibenarkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan banyaknya alam yang
dipelihara Tuhan dimana sebagian darinya
tidak diketahui oleh manusia (QS 16:8). Di dalam surat Fushshilat [41] : 12 Allah secara lebih tegas lagi
menyebutkan bahwa terdapat tujuh langit[3]:
£`ßg9Òs)sù yìö7y ;N#uq»yJy Îû Èû÷ütBöqt 4ym÷rr&ur Îû Èe@ä. >ä!$yJy $ydtøBr& 4 $¨Zyur uä!$yJ¡¡9$# $u÷R9$# yxÎ6»|ÁyJÎ/ $ZàøÿÏmur 4 y7Ï9ºs ãÏø)s? ÍÍyèø9$# ÉOÎ=yèø9$# ÇÊËÈ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar