Sabtu, 04 Februari 2012

Pancasila dan Etika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat meningkatkan cakrawala ilmu dan keterampilan dalam berbagai disiplin ilmu dan juga mengetahui etika-etika politik secara baik. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indinesia tidak hanya merupakan sumbar derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas didalam masyarakat yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa Namun secara moralitas kehidupan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan Negara. B. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana harus menyusun atau merumuskan tujuan dari pendidikan dan juga mengetahui komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika Dari segi etimologi (ilmu asal-usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesi, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Etika termasuk kelompok filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praksis. Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya tentang segala sesuatu, misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan lain sebagainya. Dalam hal ini filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat praktis, karena pemahaman yang dicari menggerakkan kehidupannya. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaan moral tertentu, atau bagaimana kita hurus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan Etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. B. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral 1. Pengertian Nilai Nilai atau “Value”(bhs. Inggris) termasuk bidang kajian filsafat persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of Value). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral dan norma kenegaraan. Norma moral yaitu yang berkaitan degan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila ataupun tidak susila. Norma hukum yaitu suatu system peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin. Mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuannya. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, atau buruk. 2. Hierarki Nilai Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing. Kalangan materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tinggkat sebagai berikut: 1. Nilai-nilai kenikmatan 2. Nilai-nilai kehidupan 3. Nilai-nilai kejiwaan 4. Nilai-nilai kerohanian Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok: 1. Nilai-nilai ekonomis 2. Nilai-nilai kejasmanian 3. Nilai-nilai hiburan 4. Nilai-nilai sosial 5. Nilai-nilai watak 6. Nilai-nilai estetis 7. Nilai-nilai intelektual 8. Nilai-nilai keagamaan Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam: 1. Nilai material 2. Nilai vital 3. Nilai kerokhanian, nilai kerokhanian dibedakan atas empat macam: a. Nilai kebenaran b. Nilai keindahan c. Nilai kebaikan d. Nilai religius masih banyak lagi cara pengelompokan nilai, misalnya seperti yang dilakukan N. Rescher, yaitu pembagian nilai berdasarkan pembawaan nilai (trager), hakikat keuntungan yang diperoleh, dan hubungan antara pendukung nilai dan keuntungan yang diperoleh. Nilai material relatif lebih mudah diukur, yaitu degan menggunakan alat indra maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas, dan sebagainya. Sedangkan nilai kerokhanian/ spiritual lebih lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal kerokhanian/ spiritual, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis a. Nilai Dasar Nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan degan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. b.Nilai Instrumental Nilai instrumental ini merupakan suatu pedoman yang dapa diukur dan dapat diarahkan. Bila Nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal ini akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau Nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun Negara maka nilai-Nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. c. Nilai Praksis Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapt bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut. 3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun bati. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran atau ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.. adapun pihak lain Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer,1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Atau juga sebagaimana dikemukakan oleh De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun yang dimaksudkan dengan kesusilaan adalah identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas. C. Etika Politik Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. 1. Pengertian Politik Etika politik termasuk ruang lingkup etika sosial, secara harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik. Pengertian ‘politik’ berasal dari kata ‘politics’ yang memiliki makna bermacam-macam kegiaan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut proses penuntun tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals). Dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan. 2. Dimensi Politis Manusia a. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun Negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik Negara. Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri mampu mengembangkan pikiranya dalam hubungan degan tujuan-tujuan dan saran-saran kehidupanya dan sejauh ia dapat mencoba bertindak sesuai dengannya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainnya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan Negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu pendekatan etika politik senantiasa berkaitan degna sikap-sikap moral dalm hubunganya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. 3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Poltik Negara Indonesia berdasarkan sila I Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu asas sila ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Hal inilah yang membedakan Negara Indonesia dengan Negara teokrasi. Selain sila I, sila II kemanusiaan yang adil dan beradab juga merupakan sumbernilai-nilai moralitas dalam kehidupan Negara. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila III). Oleh karena itu manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat fundamental dalam kehidupan Negara. Negara adalah berasal dari rakyat segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (IV). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan Negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pokok negara. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pengetahuan yang kita pelajari haruslah dapat kita serapkan di dalam kehidupan. Apalagi tentang Etika kita ketika didalam masyarakat, itu harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam pancasila yang mencakup segala peratuan-peraturan dan tingkah laku manusia tersebut dan semoga kita bisa menjalin hubungan sosial yang baik antar masyarakat. B. Saran Pendidikan yang kami miliki hanyalah terbatas. Oleh karena itu, kami selaku pemakalah tidak luput dari kesalahan. Jadi, untuk menyempurnakan makalah kami ini, maka kami mohon kritik dan sarannya. DAFTAR PUSTAKA • Dr. H. Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, 2004 • Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf, Jakarta, 1996 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i DAFTAR ISI…………………………………………………………………... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………… 1 B. Tujuan………………………………………………………. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika…….……………………………………... 2 B. Pengertian, Nilai, Norma, dan Moral……………………… 3 1. Pengertian Nilai……………………………………. 3 2. Hierarkhi Nilai……………………………………... 4 Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis.…. 5 a. Nilai Dasar…………………………………. 5 b. Nilai Instrumental………………………….. 5 c. Nilai Praksis………………………………... 5 3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral………………... 5 C. Etka Politik………………………………………………... 6 1. Pengertian Politik………………………………….. 6 2. Dimensi Politis Manusia…………………………... 6 a. Manusia sebagai Makhluk individu-Sosial.. 6. b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia……… 7 3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politis... 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………... 8 B. Saran……………………………………………………….. 8 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 9 ii KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji serta syukur kepada Allah SWT, karena limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyusun makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam terucap buat baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pelita kepada manusia sehingga kita keluar dari lembah kegelapan dan menuju cahaya iman. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, maupun ibuk, sebagai seorang dosen yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam mata kuliah pancasila. Semua amal dan ilmu yang telah di sumbangkan beliau semoga dibalas oleh Allah SWT, amin. Dengan kerendahan hati kritik dan saran konstruktif maka diharapkan kepada pembaca guna untuk memajukan pengetahuan makalah ini. Akhirnya semoga amal mulia dari awal hingga akhirnya mendapat ridha dari Allah SWT. Amin yaa rabbal ‘alamin. Pekanbaru, 22 November 2008 Penulis i

Tidak ada komentar: